Dalam tulisan seorang anak terhadap sang ibu setelah menghabiskan bulan madunya ia menuliskan:
“Ibu….! Hari ini, setelah menghabiskan bulan madu, saya kembali ke rumah kecil dan mungil yang telah disiapkan oleh suamiku. Saya sangat ingin ibu berada di dekatku, agar saya bisa menceritakan semua pengalaman dalam kehidupan baru bersama suamiku. Ia adalah laki-laki yang sangat baik, dan ia juga sangat mencintaiku sebagaimana saya juga sangat mencintainya. Akan tetapi saya tidak sepenuhnya telah terbiasa dengan sifatnya. Terkadang saya merasa telah lama mengenalnya, akan tetapi pada saat yang lain saya terkadang merasa ia sebagai orang yang benar-benar asing bagiku, yang tidak pernah saya mengenal orang seperti dia semenjak kecilku. Saya telah berusaha dengan segenap kemampuan untuk membuatnya tetap ridha kepadaku, khususnya dengan melakukan semua yang telah ibu pesankan kepadaku dengan cucuran air mata dan senyum bahagia. Saya selalu mengingat setiap kalimat dan bahkan setiap huruf yang ibu pesankan kepadaku, dan segala yang terdengar oleh telingaku ketika saat itu ibu memeluk dan merangkulku di dada ibu menjelang pada malam pertamaku.
Saya selalu teringat dengan setiap kata yang ibu ucapkan kepadaku. Saya selalu berusaha melihat kehidupan seperti ibu melihatnya dan saya selalu mejadikan ibu sebagai panutan dan contoh bagiku. Tidak ada tujuan lain dariku selain ingin melakukan apa yang ibu telah lakukan terhadap ayahku, dan terhadap kami anak-anakmu. Ibu telah memberikan kami segenap cinta dan kasih sayang. Ibu telah mengajariku makna kehidupan dan bagaimana seharusnya hidup. Ibu telah menanamkan benih cinta di dalam hati kami melalui tangan ibu.
Kemarin saya menerima surat yang dibawa oleh petugas pos yang berisi ucapan selamat dari ibu bertepatan hari ulang tahun pernikahan kami dan saya membacanya sambil menangis haru. Saya mendengar suara ibu dalam setiap kata dan dalam setiap baris kalimatnya. Hanya satu yang tidak saya dapatkan, yaitu ciuman kasih sayang yang selalu ibu berikan kepadaku. Saya telah selesei mempersiapkan makan siang untuk suamiku dan sekarang saya sedang menunggu kepulangannya dari tempat kerja. Jangan khawatir ibu, saya telah mahir memasak. Saya merasakan kebahagiaan yang sangat mendalam setiap kali saya berada di hadapan suamiku di depan meja makan dan ketika saya mengawasi dan melihatnya makan dengan lahap makanan yang saya siapkan dengan kedua tangan saya sendiri. Dan setiap kali ia selesei makan, ia tidak pernah lupa mengucapkan terima kasih kepadaku atas apa yang telah aku buat untuknya. Jangan lupa ibu, saya adalah muridmu. Ibu yang telah mengajarkanku bahwa jalan yang paling singkat untuk mengambil hati seorang laki-laki adalah dengan makanan dibuat dan disuguhkan kepadanya.
Saya mendengar suara kunci pintu diputar dan saya yakin itu adalah suamiku. Ternyata ia ingin ikut membaca suratku kepada ibu, ingin mengetahui apa yang saya tuliskan kepada ibu? ia ingin menemani saya untuk menghabiskan saat-saat bahagia ini, ketika saya sedang menghabiskan waktu bersama ibu melalui jiwa dan pikiran. Ia meminta saya untuk memberikannya pena dan memberikan tempat baginya untuk ikut menuliskan kata dan kalimat untuk ibu. Peluk cium untuk ibu, bapak, dan saudara-saudaraku semua.”
sumber: Menggapai Bahagia di Tanah Surgawi
0 comments:
Posting Komentar