Masih melanjutkan posting sebelumnya yaitu Menyimak Ajaran Leluhur di Era Pasca Reformasi karya KPH. H. Anglingkusumo, tulisan berikut adalah karya KRAy. SM. Anglingkusumo yang sebelumnya juga telah disampaikan beliau pada komentar tulisan tentang Puro Pakualaman. Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan refleksi kita memasuki tahun 2010 ini. Terima kasih kepada Ibu Setianingsih Moerwengdyah yang telah mengijinkan Ariawijaya.com memuat tulisan ini.
Pendidikan Wanita Jawa Tempo Doeloe
Oleh: KRAy. SM. Anglingkusumo
Tahun 2009 baru saja berlalu dan kini kita mulai memasuki tahun 2010, abad ke 21, yang merupakan millenium ke 3.
Wanita sebagai penentu kebahagiaan keluarga (suami dan anak anak) dituntut untuk bersiap diri menghadapi tahun yang baru yang akan penuh tantangan, menghadapi perubahan yang akan semakin cepat, memasuki tatanan baru dalam kemajuan teknologi yang luar biasa. Tentu “penanganan pendidikan” bagi anak anak perempuan akan sangat jauh berbeda dengan “tempo doeloe”.
Tulisan ini akan mengantarkan pembaca kepada suatu pendidikan wanita tempo “doeloe”, yang ternyata ikut berperan dalam kehidupan rumah tangga dimana sekarang ini sangat jauh berbeda dengan dahulu, yang bagi para ibu masakini yang sudah berusia lanjut (60 th keatas) terasa sangat aneh, dan sulit dimengerti. Namun demikian itulah kenyataan yang ada dan semuanya berubah sangat cepat sebagaimana cepatnya teknologi komunikasi sekarang.
Pada masa tahun 1945 sampai 1960-an, para gadis remaja masih mendapat nasehat nasehat tentang etika, dunia wanita dewasa, pendidikan ketrampilan wanita seperti pekerjaan rumah tangga, menjahit dan memasak dan sebagainya langsung dari ibunya atau dari anggota keluarga lainnya seperti tante, bude atau sesepuh lainnya.
Ungkapan bahwa “sorga dibawah telapak kaki ibu” adalah suatu ungkapan yang sangat dalam artinya yang secara umum bisa diartikan bahwa masa depan anak tergantung kepada kepandaian dan tingkat pendidikan ibu. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa masa depan bangsa tergantung pada peran ibu, sehingga ada ungkapan menyatakan bahwa “Wanita adalah tiang negara, rusak wanita, rusaklah negara”.
Pengaruh seorang ibu terhadap anak amat besar pengaruhnya. Betapa tidak, sejak bayi masih dalam kandungan ibu sudah menentukan masa depan (kesehatan) bayi yang akan lahir kelak. Sekarang sangat mudah mendapatkan bukti bukti yang konkrit, misalnya bila bayi itu memang dikehendaki, dia akan lahir dengan baik dan sempurna demikian pula pertumbuhannya sebaliknya bila tidak dikehendaki, maka bayi itu akan lahir cacat, digugurkan atau terlantar setelah lahir akibat dari upaya melenyapkan rasa malu dengan minum jamu, obat obatan atau tidak merawat kandungan dengan baik. Belum lagi bagi perkawinan yang sah, hanya karena kemiskinan, karena terlalu banyak anak akhirnya anak menjadi “terlantar” sengaja maupun tidak sengaja.
Demikianlah maka sejak dalam kandungan ibu sudah menentukan masa depan bayi dan selanjutnya masa depan anaknya dengan “pitutur” atau petuah2 yang selalu diberikan bahkan sampai akan menginjak masa berumah tangga.
Berdasarkan arsip sejarah Indonesia, wanita sejak jaman dahulu kala dipersiapkan menjadi ibu yang baik, yang bijaksana, menjadi panutan bagi anak anaknya bahkan di lingkungan kerajaan terkadang memang disiapkan untuk menjadi pendamping raja atau bahkan memimpin kerajaan, baik sebagai ibu suri maupun sebagai ratu, terbukti keberhasilan pemerintahan Ratu Sima (abad ke 7) dari kerajaan Kalingga, maupun Tribhuana Tunggadewi yang naik tahta pada th.1328 di kerajaan Majapahit, demikian pula di Aceh, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan dll.
Pendidikan tempo dulu pada umumnya diberikan langsung oleh ibu, diarahkan oleh ayah dan sekaligus juga diberi contoh sebagai suri tauladan oleh orang tua maupun orang orang sekelilingnya yang sangat dijaga agar tetap berada dalam suasana tertib, santun sesuai dengan pelajaran dan contoh etika yang diberikan.
Meskipun anak anak gadis bersekolah disekolah umum, tetapi dirumah tetap mengikuti dan patuh pada pola tradisi yang ada. Sehingga meskipun berpendidikan tinggi, etika dan tradisi masih dijaga dengan baik.
Dalam buku “Wulang Estri” karya Sri Paku Alam ke II, tertulis wejangan/nasehat bagi wanita dari seorang ayah kepada putrinya yang ditulis dalam bentu mocopat, dengan bahasa Jawa bagaimana menyikapi masa depan yaitu menjadi ibu rumah tangga yang baik.
Adapun isi buku “Wulang Estri” tersebut antara lain adalah:
a. Mengenai pengetahuan (kecakapan) berumah tangga yang harus diketahui oleh para wanita, seluk beluk berumah tangga yaitu :
“Nora gampang babo wong ngalaki, luwih saking abot,kudu weruh ing tata atine, miwah cara carane wong laki, lan wateke ugi,den awas den emut”
b. Petuah untuk tidak sombong dan berbuat semena mena, yaitu:
“Yen pawestri tan kena mbawani, tumindak sapakon, nadyan sireku putri arane, ora kena ngandelaken sireki,yen putri narpati, temah dadi luput”
Artinya seorang wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya/asal perintah, meskipun kamu itu wanita jangan menonjolkan diri sekalipun putri Raja, karena akan berakhir tidak baik.
Inti bait ini adalah agar wanita patuh, tidak melawan suami, bila berbuat sesuatu hendaknya dipikir dahulu.
c. Mengerti obat obatan/jamu serta merawat diri agar tetap sehat dan cantik:
“Cawisa lir pakaryaning estri, raratus kokonyoh, widada sang dyah pagurone, winulangaken mring marune sami, mrih dadya kanthi,ngladosi mring kakung”
Selalu sedia keperluan putri, memakai ratus dan lulur, lancara sang dyah mengajar kepada semua madu, agar menjadi teman,dalam melayani suami.
Bait ini menggambarkan pentingnya pengetahuan tentang obat obatan, jamu dan senantiasa harus Ngadi saliro dan Ngadi Busono,memakai wewangian agar selalu m menawan dan siap melayani suami.
d. Wanita harus pandai berhemat dan cermat:
“Lan aja doyan sembrana,menenga yen ora kasil,dohena wicara lakon,elinga tindak kang becik,serta gemi gemati,ngreksoa kagungan ang kulun, kang dadi atasira yen ana wong den dasiki, aja rangsang ayema tepa sarira”
Jangan suka bersenda gurau, diamlah kalau tidak berhasil, jauhkan bicara yang tidak perlu,ingat selalu perbuatan yang baik, berbuatlah hemat dan cermat serta menjaga harta milik suami, jangan mudah iri hati bila ada orang lain dikasihi.
Sebenarnya masih banyak contoh contoh pendidikan perempuan yang diwujudkan dalam bentuk tembang, maka empat buah contoh bait diatas adalah gambaran ajaran para orang tua kepada anak gadisnya yang dipersiapkan menyongsong masa depan dalam rumah tangga, yaitu harus bijaksana,cerdas limpat, waspada, sabar, narima, bekti nastiti, gemi, gumati, cawis lan tansah manis merak ati.
Pendidikan wanita Jawa Tempo Doeloe ini, hendaknya dapat kita jadikan perbandingan, mana yang baik kita terapkan, dan yang kurang baik dan tidak sesuai dengan jaman kita tinggalkan.
Namun demikian yang pasti adalah pentingnya dan perlunya para ibu memberikan petuah kepada putri putrinya, sebagai bekal menghadapi hidup agar tidak mudah terjadi keretakan rumah tangga yang mempengaruhi perkembangan anak anak. Sebagai penutup tulisan ini,marilah kita simak kata kata pujangga besar Jawa, Raden Ranggawarsita yang berbunyi: “Wadon nir wadonira,karana kaprabaweng salokorukmi” yang artinya: Sifat wanita akan hilang karena pengaruh harta benda.
Sumber tulisan: Setianingsih Moerwengdyah
0 comments:
Posting Komentar